Ikut (Cerita Pendek)
Delapan hari berlalu semenjak kepergian Abdul yang merupakan sahabat baik dan teman sekantor Riko, Abdul meninggal tertabrak kereta api saat dirinya tengah menyebrang rel menggunakan sepeda motornya, dari kamera pengawas malam itu, Abdul yang baru saja pulang main dari rumah Riko terlihat tidak sadar bahwa kereta yang begitu kencang sedang mendekat keperlintasan, ditambah palang pembatas yang tiba-tiba saja tidak berfungsi.
“Aku masih ingat deh waktu Abdul bilang dia lagi suka-sukanya sama cerita
horor, terus ngajakin kita semua untuk cerita tapi kamu nolak dan bilang nanti
diceritaiin dirumah aja” kata Melani kepada Riko sembari memandangi meja kerja Abdul
yang ada tepat diseberang meja mereka.
“Ga nyangka ya, bisa secepat ini” lanjut Melani.
“Kamu baik-baik aja kan Riko, soalnya kalian kan temen akrab
banget” sambil menoleh kearah Riko yang ada di sebelah kirinya.
“Iya aku baik-baik aja kok Mel” jawab Riko lirih.
“Syukurlah”
“Eh tapi aku penasaran deh, kenapa waktu itu kamu ga mau pas
diajakin cerita horor sama Abdul?”
“Ga papa, aku lagi males aja” jelas Riko perlahan.
“Tapi kalo sekarang kamu mau kan cerita?”pinta Melani.
“Sembari nunggu hujan nih”
“Siapa tau pas kamu selesai cerita nanti hujan berhenti,
jadi kita bisa langsung pulang deh” desak Melani.
Jam dikantor mereka telah mengarah ke pukul 7 malam, hujan
yang begitu deras menghambat mereka untuk pulang, bercerita adalah salah satu
pilihan untuk melepas lelah setelah seharian bekerja.
“Engga deh mel, lain kali aja deh ya” balas Riko sembari
membereskan meja kerjanya yang masih sedikit berantakan.
“Ayoklah, please Ko
suntuk banget nih”.
“Engga Mel” jawab Riko.
“Beneran deh kalo kamu cerita, aku ga ganggu-ganggu kamu
lagi deh, janji” sambil memasang wajah lugu Melani mencoba membujuk Riko.
“Yaudah deh aku ceritain, tapi aku ga tanggung jawab ya”
kata Riko.
Melani mengangguk.
“Serem banget ya pasti, jadi tambah penasaran aku, yaudah
ceritain”
Setelah membereskan semua perlatan kerja diatas mejanya, Riko
kemudian menghela nafas panjang, lalu berkata “jadi gini....”
Aku sekolah disalah satu SMA di Provinsi Bengkulu, waktu itu
tahun 2009 dan aku masih duduk di kelas 10, sejak kecil aku adalah anak yang begitu
mudah penasaran akan segala hal, Aku bahkan pernah menjilat lem aibon karena
penasaran saat melihat beberapa orang teman ku yang tengah menghirupnya dibelakang
sekolah.
Sama dengan sekolah lain yang selalu memiliki cerita seram
bahwa bangunan sekolah merupakan kuburan yang digusur, atau rawa-rawa yang ditimbun,
atau bekas rumah sakit yang ditelantarkan dan sebagainya, disekolah ku juga ada
rumor turun temurun seperti itu.
Rumor ini aku dengar saat sedang berkumpul dengan
teman-teman ku selepas jam olahraga, sekitar 1 jam menuju tengah hari dengan
cuaca yang sedikit mendung, salah seorang temanku yang bernama Maldi mencerikan,
bahwa di dalam gudang yang terletak dipojok sekolah, disebelah toilet wanita,
terdapat sebuah guci keramik tua, yang suka tiba-tiba berbunyi “ting-ting-ting”
seperti ada yang memukulnya dengan besi.
Kejanggalan ini sering didengar oleh anak-anak perempuan
saat pergi ke toilet, yang kemudian membuat toilet itu sepi dan jarang
digunakan.
Omongan Maldi itu tentu saja dianggap guyonan tak berdasar oleh teman-teman, tapi untuk ku, perkataan Maldi membuat ku penasaran.
......................................................
Sepulang sekolah, ayah yang biasanya menjemputku dengan
sepeda motor hari itu terlambat, mungkin karena gerimis, hal ini tentu
membuatku harus menunggu lebih lama dari biasanya.
Saat itu sekolah sudah lumayan sepi, hanya terlihat beberapa
orang saja yang berkumpul di sekitaran UKS, mereka adalah anak-anak yang
mengikuti ekstrakurikuler PMR. Posisi UKS dari pintu gerbang tidak terlalu
jauh, karena kegiatan mereka belum dimulai, jadi aku masih memiliki teman yang
ku kenal dari ekstrakulikuler itu untuk diajak ngobrol hingga pelatihnya sampai
atau ayahku yang sampai.
Saat itu sebenarnya aku berharap ayah ku sampai duluan
ketimbang pelatih PMR itu, tetapi setelah 30 menit, ternyata kebalikannya, jadi
aku harus menunggu sendirian tanpa ada teman yang bisa diajak mengobrol untuk sekedar
melepas bosan.
Hujan gerimis yang disertai dengan cahaya matahari
sepertinya bertahan cukup lama, tanpa ada teman, hanya melamun yang bisa ku
lakukan saat itu, tapi tiba-tiba ditengah lamunan itu aku teringat akan cerita Maldi
tentang gudang yang ada disudut sekolah.
Karena berfikir sepertinya ayah masih akan lama menjemputku,
dan kebetulan tidak ada yang bisa aku lakukan, terbersitlah dibenaku untuk coba
melihat guci yang ada gudang itu. “Ah jika hanya dilihat dari luar tidak akan
masalah” fikirku saat itu.
Gudang itu memang terlihat lebih kotor dibanding dengan
bangunan lainnya, aku bahkan bisa melihat jelas debu dikursi kayu yang ada disebelah
pintu masuk gudang, pintu ini terlihat hanya dicantolkan dengan gembok yang tidak
dikunci, ada beberapa jendela yang bisa kugunakan untuk mengintip ke dalamnya, sesekali
aku melihat ke sekeliling apakah ada orang lain disana atau tidak, kemudian aku
mencoba mengintip kedalam gudang itu melalui salah satu jendela kaca, namun
hanya tumpukan kursi dan meja belajar rusak yang aku lihat.
Tidak ada barang lain disana selain kayu-kayu yang telah
reot termakan rayap, tidak ada guci yang dikatakan Maldi, tidak ada juga hal
aneh yang terlihat, kecuali sarang laba-laba disudut-sudut tembok. Karena
merasa terbodohi oleh rasa ingin tahu, setelah mengintip ke-jendela gudang dan
tidak menemukan apa-apa, aku berencana kembali ke pintu gerbang tempat
sebelumnya aku menunggu ayah, tapi tiba-tiba terdengar samar suara “ting-ting...”.
Suara itu membuat ku tiba-tiba merasakan hawa dingin dan kesepian
yang mendalam, mungkin karena memang kebetulan sedang hujan dan lagi tidak ada
orang juga disana.
Suara itu terus berulang “ting...ting....”
Semakin lama semakin jelas, dan membuat ku menjadi
penasaran.
Karena pintu gudang yang tidak terkunci, aku mencoba
membukannya dan berencana mencari sumber suara, aku yakin itu berasal dari
sesuatu yang bisa dijelaskan.
Saat masuk kedalamnya, suara itu makin jelas kudengar,
seperti bergema diseluruh ruangan, padahal diluar hanya terdengar pelan. Baru
saja 4 langkah aku masuk ke dalam gudang itu, rasa takut mulai menjalar
keseluruh tubuh, dan selayaknya hal wajar yang dilakukan orang-orang ketika
takut adalah pergi menjauh, namun saat akan mundur untuk keluar, tiba-tiba aku
menyenggol sesuatu, dan itu adalah guci kramik, setelahnya aku tidak
mendengarkan lagi suara dentingan itu.
Guci keramik itu berwarna putih dengan ukiran tulisan
berwarna biru yang tidak kumengerti. Tetap tertutup rapat walau sebelumnya
telah tersenggol oleh ku, ada semacam tali yang melingkar dari atas hingga
kebawah.
Karena penasaran dengan isi dari guci itu lantas aku membuka
simpul tali yang melingkar tersebut, lalu mengangkat penutup guci agar bisa
terlihat isi didalamnya yang ternyata, hanya kosong saja.
Saat itu aku menduga ini adalah kerjaan iseng dari salah
satu siswa yang ada disana, walaupun aku tidak bisa menjelaskan tentang suara
bergema yang aku dengar dan kenapa guci itu tiba-tiba ada disebelah kakiku.
Aku lalu menutup kembali guci itu kemudian tetap meninggalkannya didalam gudang, lalu kembali ke pintu gerbang yang ternyata sudah ada ayahku disana.
.............................................
Malamnya, setelah menyelesaikan tugas sekolah, aku berencana
untuk tidur, namun saat baru saja duduk diatas kasur tiba-tiba suara petir
begitu keras terdengar, berselang beberapa detik saja lalu disusul oleh hujan
badai yang begitu deras, angin menembus masuk ke ruang kamar ku melalui
cela-cela ventilasi yang bersusun diatas kaca, menerbangkan beberapa potongan
kertas di meja belajar kotak berwarna cokelat yang berada tepat disebelah kasur
dan membawa hawa dingin yang memutar dikamar ku.
Saat aku akan bangkit dari kasur dan berencana untuk
mengunci pintu yang masih sedikit terbuka, tiba-tiba didepan pintu kamarku,
telah ada ada sesosok wanita yang menguncinya sambil tersenyum ke arah ku, saat
itu, seluruh tubuh menjadi tidak bisa digerakan dan lidah menjadi terkunci.
Dia melayang mendekat dengan tangan yang dirantai serta
rambut yang menjuntai hingga menyentuh lantai, perlahan dan terus mendekat
hingga wajahnya tepat berada didepan wajah ku, hingga aku bisa mencium aroma
busuk yang tidak pernah aku cium sebelumnya, aroma yang begitu asing dan tidak kusukai, lalu dengan perlahan seolah berbisik ia berkata “terimakasih
sayang, kamu telah membebaskanku”
Masih dengan nada yang begitu pelan sembari memiringkan
kepala dia kembali berkata “mulai sekarang, aku akan menjadi dewi keberuntunganmu
sayang”
“Aku akan mengikuti langkah demi langkah bersama dengan
bayanganmu”.
“Aku akan berada disismu, menjadi mimpi-mimpi dikala tidurmu
sayang”.
“Aku bisa membaca
setiap isi fikiranmu, aku bisa mengetahui kehendak hatimu”.
“Kamu akan bahagia, karena telah melepaskanku dari guci itu sayang”
“Pintaku, kamu hanya perlu menceritakan kisah pertemuan kita
ini dengan orang yang kamu pilih, maka aku akan memakan orang itu dengan
berbagai kesialan sebagai balasan keberuntunganmu” Sssmmmmmmmmm...sosok itu
memejamkan matanya, seperti membayangkan suatu kenikmatan bersama dengan air
liur yang menetes.
“Sekarang, tidurlah sayang, tidurlah”.
Setelah itu, sampai hari ini aku tidak pernah bertemu dengan sosok itu lagi.
.............................................
Melani yang sedari tadi mendengarkan tanpa menyela
sedikitpun, terlihat sangat menikmati cerita yang disampaikan oleh Riko, dia
bahkan tidak sadar bahwa hujan yang menjebak mereka dikantor telah lama
berhenti.
Sembari memegang erat jaket yang terlipat diatas mejanya,
melani berkata
“Wah serem banget sih cerita kamu ko”
“Ini kisah nyata ga sih, atau kamu buat-buat aja ya” lanjut Melani
“Iya beneran kisah ku”jawab Riko.
“Yaudah yuk kita pulang, udah ga hujan lagi nih” lanjut riko
Sambil tertawa lirih seolah mengejek Riko yang mengada-ada
cerita, Melani berkata
“Hehehee oke deh ko, makasih ya ceritanya, ayok kita pulang”
“Hati-hati ya kamu Mel” kata Riko perlahan.
“Okedeh kamu juga ya “ jawab Melani.
Membalas jawaban Melani, Riko hanya tersenyum.
cerpen yang bagus kak, kalo ada banyak bisa dijadikan buku ini
ReplyDelete