Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

adsense

Dilepaskan dan Melepaskan (Cerpen)

cerpen

'Sebelum kamu memutuskan untuk menyelesaikan hubunganmu dengan seseorang, maka sebaiknya kamu selesaikan terlebih dahulu permasalahan dengan hatimu'. Itu adalah kalimat pamungkas yang selalu aku berikan untuk orang-orang yang curhat kepada ku tentang problematika percintaan mereka. Mungkin karena aku, Rianki, adalah seorang pendengar yang baik, jadi banyak orang yang nyaman bercerita kepadaku.

Hal itu juga yang membuat Dewi, seorang wanita karir berumur 24 tahun yang kantornya hanya berselang 1 bangunan dari tempatku bekerja, akhirnya sempat melabuhkan hatinya kepadaku. Kami pertama kali bertemu di cafe, yang ada ditengah-tengah antara kantor ku dan kantornya saat jam makan siang, Dewi terlihat begitu kebingungan mencari tempat untuk duduk karena saat itu semua kursi telah terisi, kecuali yang ada didepanku yang kebetulan kosong. Momen ini lah yang kemudian mengawali perkenalan ku dengan dia hingga akhirnya kami resmi bersama.

Satu bulan yang lalu, atau tepat setahun dari awal pertemuan kami, akhirnya aku dan Dewi berpisah, aku meminta untuk mengakhiri hubungan ini karena memang kami sudah tidak nyaman untuk bersama, hubungan kami ini seperti terlalu dipaksakan untuk bertahan.

Dewi terlalu suka mengatur apapun yang aku lakukan, menurutnya ini adalah sebuah perhatian, sedang aku adalah seorang yang cuek, terkadang merasa risih dengan itu semua. Dewi bahkan pernah melarang ku menggunakan kaos kaki berwarna putih karena menurutnya akan terlihat seperti anak SD yang sedang berangkat ke sekolah, padahal kaos kaki itu kan tidak terlihat karena akan tertutup celana.

Dewi juga pernah sempat memintaku untuk menyingkirkan tanaman kaktus yang ada di meja kerjaku yang sempat aku fotokan untuknya, dia bilang : ‘tanaman kaktus di meja kerja kamu itu berbahaya, singkirin aja deh ya’

‘Oke, besok aku singkirin’, kataku yang terpaksa setuju dengan permintaanya itu.

Aku sangat faham bahwa komunikasi yang baik adalah inti dari sebuah hubungan, aku sempat mengatakan semua ini kepadanya, bahwa aku tidak terlalu suka diatur untuk hal-hal kecil seperti ini, namun kembali lagi dia terus saja mengatur ku dalam melakukan sesuatu, hingga akhirnya sebulan yang lalu aku mengajaknya untuk mengakhiri hubungan kami ini.

Walaupun demikian kami masih sering jalan bersama, masih sering telponan, masih saling menyemangati saat akan berangkat kerja dipagi hari, masih selalu bertemu saat jam makan siang, masih follow-an Instagaram, masih saling mengucapkan selamat tidur, dan tentu masih sama-sama tidak mem-blokir nomor satu sama. Kami hanya tidak berpacaran lagi saat ini, bukan berarti harus bermusuhan, karena bagiku, salah satu ciri kedewasaan adalah bisa berteman dengan mantan.

.....................................

Dewi yang memang memiliki paras cantik ini terlihat mulai kembali didekati oleh seorang pria dikantornya, mungkin karena status galau-nya di WhasApp saat kami putus yang membangkitkan kembali semangat orang yang dulu memang sempat tertarik kepadanya. Beberapa kali Dewi terlihat berangkat dan pulang bersama pria itu, disini aku mulai sadar bahwa kadang memiliki kantor yang berdekatan dengan mantan itu tidak baik. 

Walaupun kami sudah tidak memiliki hubungan percintaan lagi, tapi jujur saja aku masih tidak nyaman melihat dia bersama pria itu. Lagian kan kami baru saja putus sebulan yang lalu, masa sih dia bisa begitu cepat untuk move on padahal kami masih selalu telponan saat malam hari.

Aku merasa pria itu tidak baik untuknya, aku juga merasa bahwa pria itu hanya akan mempermainkan Dewi saja, karena aku beberapa kali melihatnya jalan bersama dengan orang lain, bahkan aku pernah tidak sengaja bertemu pria itu bersama wanita saat sedang nongkrong bersama teman-teman ku di sebuah tempat kopi.

Aku yakin dia bukan pria yang pantas untuk Dewi, jadi hari ini saat makan siang nanti aku akan coba untuk sampaikan pendapatku kepada Dewi.

‘Dew, nanti makan siang bareng yuk.’ kata ku kepadanya melalu WhatsApp

‘Ok, nanti ketemu di tempat biasa aja ya, aku tungguin disana.’ Dewi menjawab.

‘Ok deh.’

Setelah 30 menit kemudian, akhirnya jam makan siang ku tiba, langsung saja aku bergegas menuju cafe yang merupakan tempat aku dan Dewi biasa makan siang bersama, dan seperti biasa-nya jika salah satu dari kami ada yang terlambat, kami akan meletakan beberapa berkasnya diatas kursi kosong yang berhadapan, sebagai pertanda bahwa ada orang yang akan duduk disana.

‘Dew sorry ya aku terlambat, kamu sudah lama?’ kataku saat menghampiri sembari memegang pundaknya.

‘Gapapa kok, aku juga baru aja disini.’ Jawab Dewi sambil menoleh kearah ku.

‘Kamu pesen makan dulu sana gih.’

‘Ok, sebentar ya.’ 

Dewi mengangguk.

Setelah beberapa saat, aku mengangkat berkas yang diletakannya diatas kursi lalu memberikan berkas itu ke Dewi, ‘ Dew ini berkas kamu, nanti basah’ kataku.

‘Eh kamu pesan apa?’ tanya Dewi sambil mengambil berkas yang aku berikan kepadanya.

‘Soto, kayak biasa Dew.’

‘Ih makan soto terus, ga bosen kamu?’ lanjut Dewi menanyakan sembari sedikit mengunyah makanannya.

‘Engga dong, suka soalnya, enak lagi.’ Jawabku.

‘Yaudah deh makan dulu yuk, nanti keburu habis jam makan siang ini.’ Kata Dewi.

Namun setelah beberapa sendok kami makan, Dewi tiba-tiba bertanya kepadaku.

‘Kamu kenapa, ada yang mau di sampein?’ Dewi bertanya sembari menatapku.

‘Hah, gimana Dew?’

‘Iya, ada yang mau kamu sampein ya, soalnya kamu kelihatan ga nyaman dari tadi’ lanjut Dewi memperjelas.

‘Pandangan mata kamu itu ga beraturan, biasanya itu tanda kalo ada something’

‘So, ada apa?’ kembali Dewi bertanya sembari meletakan sendok dan garpu yang sebelumnya dipakai untuk menyantap nasi goreng sapi lada hitam yang ada dihadapannya.

‘Dew, jadi gini, sebelumnya sorry banget’ jawabku.

‘Mungkin aku ga berhak untuk ngomong ini, tapi aku merasa ga nyaman ngelihat kamu bareng cowo yang ada dikantor mu itu’ 

‘What?’ Dewi sontak menjawab pernyataanku tiba-tiba.

‘Gini-gini Dew, tenang dulu, aku tuh sempat ngelihat dia.....’

‘Cukup’ potong Dewi.

‘Ini bukan urusan kamu lagi aku mau dekat dengan siapa pun sekarang Ki’

‘Bukan gitu maksud aku Dew’ balas ku cepat.

‘Gini deh, kita ngobrol diluar aja yuk, ga enak dilihatin orang-orang’ sambil berdiri dan berjalan ke arah luar ruangan.

.....................................

Aku dan Dewi berdiri berhadapan di depan sebuah mobil hitam yang ada diarea parkir-an cafe. ‘Ok, sekarang kenapa kamu merasa ga nyaman ngelihat aku bareng Niko? Oh iya, by the way nama dia Niko.’

‘Ok, aku ga nyaman ngelihat kamu bareng si Niko atau siapalah itu, soalnya aku merasa dia itu ga baik buat kamu’ jawab ku.

‘Maksud kamu, kamu baik gitu untuk aku?’  Dewi terlihat kesal.

‘Ngga gitu Dew, aku pernah ngelihat dia jalan sama cewe lain, bahkan ga cuma sekali, tapi berkali-kali, aku cuma takut kamu dipermainkan sama dia Dew, gitu doang.’

‘Sejauh apa kamu tau?’

‘Hah, maksud kamu Dew?’ tanya ku memastikan sembari ngelihat kearah matanya.

‘Iya, sejauh apa kamu tau Niko? Udah berapa lama kamu kenal dia? Udah berapa kali kalian ngobrol bareng?’ 

‘Engga gitu Dew’ aku coba meyakinkan dia sembari memegang ke dua lengannya.

‘Ki, dengarin aku ya’ jawab Dewi serius.

‘Yang pertama, kamu ga kenal dengan Niko sama sekali, kalian bahkan ga pernah kenalan. Yang kedua, ini bukan urusan kamu lagi, aku mau dekat dengan siapa pun itu urusan aku. Yang ketiga, kamu ga punya hak untuk ngomong orang lain itu ga baik buat aku sementara kamu juga ga baik buat aku. Yang keempat, kamu udah pastiin cewe yang jalan sama dia itu siapa, jangan-jangan itu adalah adek cewe nya atau kaka cewe nya?’

Aku hanya terdiam, sembari melihat kerah mata nya yang terlihat sedikit memerah, mungkin karena kesal.

Dewi menghela nafas lalu berkata ‘Ki, udah ya, kayaknya memang ini waktunya kita untuk benar-benar berpisah deh. Kamu makin kesini makin aneh, mungkin aku terlalu ke-PD-an ngomong ini, tapi aku rasa kamu masih suka aku deh, dan kalo misalnya itu benar, kamu harus ingat bahwa aku udah move on dari kamu Ki, aku udah melangkah berpindah ke lembaran baru, aku udah memulai paragraf aku sendiri, dan aku berharap kamu juga gitu ya Ki, makasih banget kamu udah coba perhatian sama aku’

‘Aku mau balik ke kantor ku lagi sekarang ki, jam makan siang ku sudah habis’ lanjut Dewi sambil perpaling meniggalkan ku sendiri diparkiran itu.

.....................................

Lagu “Bagaimana kalau aku tidak baik-baik saja” yang kebetulan berputar di jendela Youtube aku yang sedari tadi terbuka, makin membuat aku merasa sedih berkantor hari ini.

Seakan waktu menjadi begitu lama berjalan, padahal aku ingin lekas pulang saat ini, aku ingin secepat mungkin bisa tidur dan berharap bisa segera melupakan apa yang baru saja aku alami.

Sepanjang sisa waktu kerja aku hanya memikirkan apa yang diakatakan Dewi saja, sepertinya saat ini aku mulai merasakan patah hati yang sesungguhnya.

Mungkin Dewi benar, sepertinya aku masih suka kepadanya, hingga menjadi egois agar terus mendapatkan kenyamanan  tanpa memikirkan apa yang dia rasa. 

Dan saat ini, adalah waktu yang paling pas untuk membiarkan dia bahagia.

Post a Comment for " Dilepaskan dan Melepaskan (Cerpen)"